Kamis, 21 Februari 2013

Tak Sampai Waktunya


Tak Sampai Waktunya
Oleh Thalia Maudina

Laut mengering meluaskan darat.
Semua terjadi tanpa syarat.
Terasa semua menghambat
keingin tahuan yang berubah pekat.
Meminta sesuatu agar menjadi erat
walau mungkin terpikir berat.
Sulitnya, di hati membentuk gurat.
Di mataku semua nampak tersirat,
namun ingin kuungkap agar tersurat.
Kucinta pelukmu, hangat,
tapi kelihatannya tak tertata sangat.

Harapan atau bukan, ini takkan mati.
Layak diri drastis mendadak sakti.
Tunggulah, Sayang, kusediakan bukti.
Kutelaah kau dengan hati-hati.
Kalau tiba waktunya kumengeras bagai jati
yang bisa sepenuhnya menghayati
sebuah tujuan hidup yang mungkin pasti.
Walau kuragu kita tak sama hati,
yakinku semerbak bunga melati.
Perasaanku sungguh benar berarti.
Tak mungkin beralih semua simpati.

Akhirnya telah kuteliti seluruhnya.
Sekarang sepenuhnya diriku padanya.
Mungkin esok hari aku ‘kan datang. Tunggu, Cinta!
Hanya mencari detikan waktu yang tepat tentunya.
Bukan yang biasa, tapi yang spesial kurasa.
Kuperhitungkan matang-matang apa yang terjadi nantinnya.
Mengecilkan kemungkinan buruk yang akan ada.
Mencerna pengalaman pada jangka yang lama.
Di mimpiku, kau tersenyum, berbalik dan mengatakan sama.
Sama-sama senang, dua tepukan pun menjalin kisahnya.
Benar ternyata, berbungalah kasih antara kita.

Cukup! Itu hanya khayalan si Pemimpi.
Kemarin sempat percobaan itu kuhadapi.
Ah, sudahlah! Ini menjijikan seperti kotoran sapi.
Perkiraanku salah besar, fatal, hancur tak rapi.
Rasanya ingin kubakar dengan api.
Ternyata peristiwa itu datang seolah bencana Merapi.
Harusnya dari awal aku meresapi.

Aku tak sanggup denganmu.
Salah! Kamu yang tak pantas untukku.
Apa maksudmu meninggalkanku?
Sekarang hilang, semua sayang sudah membatu.
Ini tak seronok, ini kutukan Sang Ratu.
Bukan, bukan dengan yang lain kau beradu,
tapi kau pergi berkunjung ke Yang Maha Satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar