Senin, 22 April 2013

Naskah Drama Teater Dove House: Datuk Meringis dan Siti Aisyah - Kartini's Day Sampoerna Academy Bogor 2013


Datuk Meringis dan Siti Aisyah
Diadaptasi dari cerita Siti Nurbaya
Oleh Thalia Maudina

Adegan 1
(Siti Aisyah dan Samsulbachdim sedang bercakap-cakap)
Samsul             : Siti…
Siti                   : Samsul…
Samsul             : Aisyah…
Siti                   : Bachdim…
Samsul             : Abang harus pergi, Siti.
Siti                   : Abang mau bermain bola lagi, kah?
Samsul             : Bukan, Adek, itu Irfan Bachdim. Jadi, di luar sana, banyak ilmu yang harus Abang garap, dan banyak garam yang harus Abang telan (memandang ke langit).
Siti                   : Jangan, Abang. Adek sendirian. Jangan terlalu banyak menelan garam!
Samsul             : Mengapa, Adek? Bukankah itu hal yang positif?
Siti                   : Jangan, Abang, jangan. Nanti Abang bisa darah tinggi.
Samsul             : Tak apa, Adek.
Siti                   : Abang!
Samsul             : Baiklah, Abang pergi dulu. (pergi bagai Superman)
(Samsul dan Siti keluar)

Adegan 2
Narator            : (dengan nada bicara pada Rumah Dara) Tahukah kalian dengan kisah Siti
Aisyah? Siti Aisyah adalah putri Baginda Sutisna. Mungkin sebenarnya kalian tahu. Hanya saja kalian tidak mengerti, HA-HA-HA. Kalian tahu Datuk Meringis? Orang kaya berhati hitam dengan tampang meringis. Ia ingin merebut semua harta Baginda Sutisna. Mari kita lihat kisahnya.
(Datuk dan Penasihat sedang berbincang)
Datuk              : Apa?!
Penasihat         : Apanya yang apa, Tuan?
Datuk              : Aku hanya mendramatisir saja. HA-HA-HA.
Penasihat         : (mengangguk sambil menunduk sangat rendah)
Datuk              : Hey, Penasihat! Apa yang lakukan dengan menunduk serendah itu?
Penasihat         : Hamba menghormati Tuan.
Datuk              : Bangunlah, aku malu. Gayamu seperti manusia homoseksual saja. Bagaimana
  citraku nanti apabila media mengetahuinya?
Penasihat         : Maaf, Tuan.
Datuk              : Apakah Kamu tahu Baginda Sutisna? Dia adalah raja terbijaksana dan terkaya di
  tanah ini. Aku tak sudi! Seharusnya akulah penguasa yang terkaya di sini!
Penasihat         : Bagaimana kalau Tuan menggadaikan seluruh harta Tuan dan menjadikannya
  uang yang lebih besar?
Datuk              : Hahaha, ternyata Kau bodoh juga. (dengan nada santai) Kalau itu namanya
  menambah hutang.
Penasihat         : Oh ya, bagaimana kalau kita bakar saja kerajaannya!
Datuk              : Jangan, BBM mahal sekarang.
Penasihat         : Bagaimana kalau kita curi hartanya!
Datuk              : Jangan! Hahaha, aku punya ide! Sebaiknya kita bakar saja kerajaannya (dengan
  gaya sok bijaksana)
Penasihat         : Ss-ss-saya sudah bilang! (menepuk kepalanya sendiri)
Datuk              : Memang ideku sangat cemerlang! Pengawal! Ayo kita bakar kerajaan si Entis
Sutisna itu! Lalu setelah itu, aku akan datang ke kehidupan mereka dan seolah-olah menjadi pahlawan di mata mereka. HA-HA-HA!
(Datuk dan Penasihat keluar)

Adegan 3
Narator            : Akhirnya, Datuk Meringis bersiasat untuk membakar kerajaan Baginda Sutisna.
Dibakarnyalah kerajaan itu. Sekarang, Baginda Sutisna beserta keluarganya menjadi orang termiskin.
Baginda           : Ananda tercinta. Sekarang ayahanda sudah tidak sekaya dahulu.
Siti                   : Sudahlah, Ayah, tidak masalah.
Pengawal         : Baginda! Ada seseorang yang hendak bertemu Baginda.
Baginda           : Panggilkan ia ke sini.
Datuk              : (masuk) Apa benar Anda ini Baginda Sutisna?
Baginda           : Bukan, dengan nasib seperti ini, aku sudah menjadi Entis Sutisna.
Datuk              : Baik sepertinya aku sudah ditipu Ayu Tingting dengan alamat ini.
Baginda           : Tidak, tidak. Kau tidak salah alamat. Apa tujuan Anda datang kemari?
Datuk              : Tujuan hamba datang kemari adalah untuk membantu finansial keluarga
  Baginda.
Baginda           : Benarkah?
Datuk              : Tepat sekali. Hamba akan memberikan bantuan dana berupa pinjaman untuk
  Baginda.
Siti                   : Tunggu! Apakah nantinya kami harus memberikan kontribusi?
Datuk              : Tidak.
Siti                   : Tidak?
Datuk              : Tidak sekarang maksudku. HA-HA-HA!
(Freeze all)

Adegan 4
Narator            : Sekian lama, Baginda terus menambah jumlah pinjamannya. Menumpuklah
              semua hutangnya. Datuk Meringis tertawa.
(Unfreeze, except Siti Aisyah)
Datuk              : (tertawa) Hahaha.
Baginda           : Kami tak dapat bayar hutang kami.
Datuk              : Tak apa. Aku orang baik. Maka, tak apalah jika Baginda terus berhutang. Hanya
  saja ada satu syaratnya.
Baginda           : Apa itu?
Datuk              : Kau harus mengalihkan kekuasaan beserta tahtamu kepadaku. Dan yang
  terpenting, kau harus membiarkanku mengawini Sang Putri, Siti Aisyah.
Baginda           : Baik. (menunduk)
(Freeze)



Adegan 5
Siti                   :  (Unfreeze, mengambil handphone) Penonton, (dengan nada dramatis) apa yang
harus aku lakukan? Hidupku hancur, keluargaku, Bang Bachdim, Ayah, lalu apa lagi? Harta keluargaku ludes dilahap api. Aku harus menelepon Bang Bachdim!
Bachdim          : Assalamualaikum.
Siti                   : Waalaikumussalam, Abang. Sekarang di sini kacau. Datuk Meringis ingin
menjatuhkan Ayah dan mengambil tahtanya. Bahkan, Adek pun akan   dipersuntingnya.
Bachdim          : Aduh, maaf, Siti. Sinyalnya jelek.
Perempuan      : (terdengar pada telepon dengan nada menggoda) Bang Bachdim, ayo, ah. Jangan   
  nelepon melulu.
Bachdim          : Sudah dulu, ya, Dek. Assalamualaikum.
Fx. (ending the phone)
(Unfreeze all and out)

Adegan 6
Narator            : Siti Aisyah pun dipersunting Datuk Meringis. Tapi, Datuk Meringis tidak mau
  jika pemegang wasiat nanti ialah Siti Aisyah.
(Datuk dan Penasihat masuk)
Datuk              : Bagaimana ini?
Penasihat         : Bagaimana apa, Tuan?
Datuk              : Tidak, ini supaya percakapan kita terdengar hidup.
Penasihat         : Baik, Tuan.
Datuk              : Aku harus menyingkirkan Siti Aisyah!
Penasihat         : Jangan disingkirkan, Tuan. Sebaiknya Siti Aisyah nan cantik itu untuk hamba
  saja.
Datuk              : Hahaha. Betapa tidak berpikirnya Kamu.
Penasihat         : Racuni saja, Tuan.
Datuk              : Jangan!
Penasihat         : Dorong saja ke sumur.
Datuk              : Hmm, jangan. Aku tahu sekarang. Lebih baik kita racuni saja dia! (mengeluarkan racun dari sakunya)
Penasihat         : Hamba sudah bilang, Tuan.
(Datuk dan Penasihat keluar)

Adegan 7
(Datuk dan Siti masuk)
Datuk              : Ada apa, Siti?
Siti                   : Ada apa apanya, Datuk? Bukankah Datuk yang memanggil Siti kemari?
Datuk              : Tidak apa, Siti. Datuk hanya basa-basi saja.
Siti                   : (diam)
Datuk              : Lebih baik, kita minum saja, ya. Pelayan!
Pelayan            : (membawa baki dengan dua gelas di atasnya)
Datuk              : (berbisik pada pelayan) Sudah Kamu tambahkan serbuk racunnya?
Pelayan            : Sudah, Tuan. (pergi)
Datuk              : Minumlah.
Siti                   : Mari kita minum bersama.
Datuk              : Tentu saja, hahaha.
Siti & Datuk    : Minum bersama.
Datuk              : Bagaimana, ada perubahan kah, Siti?
Siti                   : Tidak ada, Datuk. Minuman ini enak sekali. (meminum lagi)
Datuk              : Aneh. Atau jangan-jangan… (memegang dada terjatuh dan akhirnya kejang-
  kejang)
Siti                   : Datuk?
Datuk              : Aku mati. (mati)
Siti                   : (kebingungan)
Penasihat         : (masuk) Begini, Siti. Bukan apa-apa, aku hendak mengubah nasib Siti yang
seharusnya mati diracuni oleh Datuk Meringis. Mungkin, pada peringatan Hari Kartini ini, perempuanlah yang seharusnya menang!
Siti                   : (diam, kebingungan)
Penasihat         : Maukah Siti kawin denganku? (Freeze)
Samsul             : Jangaaaaaan! (Freeze)
Siti                   : Inilah takdir. Seharusnya kutahu itu. Yang baik, pasti akan mendapat hasil yang
  baik juga.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar