Senin, 22 April 2013

Naskah Drama: Negeri Sihir, Peserta FLS2N Tim Teater SMA Sampoerna Bogor 2013


NEGERI SIHIR
Naskah drama yang  diadaptasi dari
puisi Negeri Sihir 2 karya Nenden Lilis A.


Oleh
Tim Teater Sampoerna Academy

SMA SAMPOERNA BOGOR

2013

Sinopsis
            Ada seorang dukun yang biasa dipanggil Mbah Dukun atau Mbah Tandus. Mbah Dukun adalah pengendali para arwah yang bekerja di tempat-tempat yang berbeda. Ada empat arwah yang menjadi pengikut Mbah Dukun, diantaranya; Arwah DPR, Arwah Pelajar, Arwah Penggosip, dan Arwah Pemabuk.
            Suatu hari, Mbah Dukun menagih laporan dari masing-masing arwah. Ia menanyakan Arwah DPR tentang apa saja yang terjadi di gedung DPR, seperti; pembuatan UU tentang Santet, dan lain-lain. Mbah Dukun juga menanyakan hal yang sama kepada arwah lainnya, seperti Arwah Pelajar melapor bahwa ada siswa yang meminta kunci jawaban UN, Arwah Penggosip bilang bahwa Mbah Dukun memiliki saingan baru (Eyang Subur), dan Arwah Pemabuk mendapatkan klien untuk memberi pelet.
            Mbah Dukun senang dengan order-an sangat banyak yang menguntungkan dirinya. Namun, setelah itu, Arwah DPR menyadari bahwa mereka selama ini hanya diperalat oleh Mbah Dukun. Akhirnya, Arwah DPR mengajak arwah lainnya untuk bangkit dan keluar dari perwayangan Mbah Dukun. Arwah Penggosip pun mulai menyadari bahwa mereka bekerja bagaikan negeri yang mereka tempati. Di negeri mereka, orang yang kaya terus menjadi kaya, sementara yang miskin akan tetap miskin.
            Mbah Dukun pun sibuk dengan urusan duniawinya dan tidak menyadari semua kekacauan dalam negeri. Arwah-arwah yang tidak mau diperdaya berniat untuk mengerjai Mbah Dukun dan menghapuskan semua yang tidak diinginkan dengan melakukan sejenis ritual.
            Pada akhirnya Mbah Dukun mengamuk dan murka terhadap dirinya sendiri yang telah menjadi manusia yang sangat hina. Mbah Dukun pun menyesal.

Daftar Properti
Di atas panggung/on stage:
1.      Cermin
2.      Kemenyan
3.      Kendi
4.      Nyiru
5.      Kembang-kembangan
6.      Botol minuman dua buah
7.      Kertas jawaban UN
8.      Alat-alat make up
9.      Jas
10.  Headset
11.  Kain hitam
Di belakang panggung/backstage:
1.   Laptop
2.   Speaker
3.   Stopwatch
5.   Proyektor (opsional)

Analisis Karakter
1.      Mbah Dukun                     : Laki-laki separuh baya, memakai pakaian hitam dan penutup
kepala ala dukun dengan kumis yang tebal, tertawanya keras dan tegas, mampu menyanyikan tembang sebagai mantra, berperan sebagai pengendali arwah
2.      Arwah 1 (DPR)                 : Laki-laki, memakai pakaian hitam seluruhnya dengan jubah,
bertugas di sekitar gedung DPR untuk mengamati kegiatan di sana, pada akhirnya memakai jas kerja
3.      Arwah 2 (Pelajar)              : Perempuan, memakai pakaian hitam seluruhnya dengan jubah,
  bertugas di sekitar sekolah, pelupa
4.      Arwah 3 (Tetangga)          : Perempuan, memakai pakaian hitam seluruhnya, bertugas
  mengamati sekitar rumah, berlogat Jawa
5.      Arwah 4 (Pemabuk)          : Laki-laki, memakai pakaian hitam seluruhya, sering nongkrong di
  warung kopi, sering minum-minum, dan dianggap paling bodoh


Negeri Sihir
Prolog
Di tengah panggung dihamparkan kain yang tidak terlalu besar, lalu di atasnya ditaruh nampan beserta kendi dan kembang. Suasananya agak kelam, dengan latar belakang yang gelap. Sorot lampu terpusat ke tengah ketika ada dukun yang sedang duduk dan melantunkan tembang.

Adegan 1
(Dukun stand by di  tengah panggung di tempat yang sudah disediakan)
(Sorot lampu hanya mengarah ke Dukun)
Dukun             : (menyanyi tembang daerah Sunda seperti menyinden dengan maksud membaca
  mantra)
(Asap mulai mengepul, lampu berkedip bertubi-tubi)
Fx. Backsound in
(Arwah-arwah datang dari berbagai arah; dari belakang penonton atau belakang panggung, menyebar sambil membacakan sebuah lirik)
Arwah 4          : Musim mengirim kita cabai, sirih, jarum, atau pecahan kaca,
Arwah 1          : dan setan-setan bertanduk yang keluar dari timur saat fajar.
Arwah 2 & 3   : Angin bergaram air menjelma genangan cuka luka kita begini asam.
Dukun             : Berkumpul! Berkumpulah! (merentangkan tangannya)
Arwah-arwah  : (menghampiri dengan tatapan yang menyeramkan)
Dukun             : (perlahan mengambil botol didepannya lalu meminum dan menyemburkan
  airnya sambil teriak) Buaaaaaaaaaaa!
Arwah-arwah  : (terhempas menjauh dan terkapar di sekeliling dukun)
Dukun             : (komat-kamit, lalu memanggil salah satu arwah) Hai, kamu! Yang di sana!
(menunjuk ke arah Arwah 1) Bangunlah! (menggerakan tangannya searah degan bangunnya Arwah 1)
Arwah 1          : (terbangun sesuai dengan gerakan tangan Dukun lalu menghampiri Dukun
  perlahan lalu terjatuh menunduk di depan Dukun)
Dukun             : (memberi makan sesuatu)
Arwah 1          : (mendekat ke Dukun, membawa jas) Ini, Mbah, yang kudapatkan dari gedung
  DPR (sambil menunduk)
Dukun             : Apa?! Itu saja?
Arwah 1          : Tunggu, Mbah. Lihat! (mengenakan jasnya) Bagaimana, Mbah? Aku sudah
keren, kan? Penampilanku ini memesona, kan? (menanyakan penampilannya ke penonton)
Dukun             : Cukup! Jangan sok ganteng kamu! Berikan laporanmu sekarang!
Arwah 1          : Di gedung DPR sana, banyak sekali pejabat yang mencintai rakyatnya, dengan
mengambil seluruh uang yang seharusnya diberikan kepada rakyatnya.
Dukun             : Bodoh sekali mereka!
Arwah 1          : Mulia sekali mereka, tak punya muka.
Dukun             : Apa ada yang mengancam?
Arwah 1          : (berpikir) Oh, ya, ada satu. Pemerintah mencoba membuat undang-undang
tentang santet. Hati-hati, Mbah! Mbah Dukun bisa disantet balik nanti. Hahaha (tertawa besar).
Dukun             : Kurang ajar kamu! (murka)
Arwah 1          : Ampun, Mbah.
Dukun             : Baik. Apa Kau dapat pelanggan baru?
Arwah 1          : Oh, ya, ada mereka di sana yang ingin melipatgandakan uang mereka. Katanya,
ia akan membayar 5 miliyar untuk Mbah Dukun yang senantiasa membantu tanpa pamrih.
Dukun             : (tertawa menyeramkan) Baiklah, baiklah. Mbah mengerti apa yang mereka mau.
Sekarang, enyahlah Kau dari hadapanku. (memanggil Arwah 2) Heh, bocah yang di sana. Cepat kemari! Bangunlah!
Arwah 2          : (masih terkapar sambil tertawa) Hahahahahaha
Dukun             : Apa yang Kamu tertawakan? Bangun.
Arwah 1          : Biar kubangunkan dia. (menghampiri Arwah 2 lalu menggelitikinya)
Arwah 2          : (terbangun dan masih tertawa)
Arwah 1          : (berkeliaran di belakang Dukun)
Dukun             : Kemari hei budak!
Arwah 2          : Iya, Mbah. Hahaha. Mbah semakin tua, ya. Hahaha.
Dukun             : Sudah jangan bercanda. Mana laporanmu?
Arwah 2          : Laporanku, ya? (panik)
Dukun             : Hahaha. Pasti Kamu lupa lagi. Lagi-lagi lupa. Merugikan saja.
Arwah 2          : Oh, tentu saja tidak. Aku menemukan di sekolah banyak sekali yang berpacaran
  di depan umum. Lalu, ada juga geng-geng motor yang keren-keren.
Dukun             : Tetap saja tidak ada yang lebih keren dari Mbah Dukun. Jadi, apa yang Kamu
  kerjakan dari tadi?
Arwah 2          : Ada seorang gadis yang akan menghadapi UN. Ia minta lembar soal berikut
  kunci jawabannya.
Dukun             : Di mana kau taruh bocoran itu?
Arwah 2          : Hmm (kebingungan)
Dukun             : Hahaha, ternyata benar Kau lupa.
Arwah 2          : Tunggu, tunggu. Hmm, ya. Ada, kok. Aduh. Penonton, coba bantu aku cari
kertas itu di bawah kursi kalian. Ada yang menemukannya? (mencari-cari kertas ke penonton lalu menemukannya dan mengambilnya)
Dukun             : Mana?
Arwah 2          : (menghampiri Dukun) Hahaha. Ini dia. Hahaha.
Dukun             : Coba kulihat.
Arwah 2          : (memberikan kertas)
Dukun             : Apa ini? Hanya huruf semua. Tidak becus Kamu.
Arwah 2          : Hahaha, dasar kakek tua udik! Itu kan kunci jawaban. Hahaha
Dukun             : Ah, sudah. Baiklah, baiklah. Mbah mengerti apa yang mereka mau. Sekarang,
  enyahlah Kau dari hadapanku. Hei, ibu itu bangunlah!
Arwah 3          : (terbangun sesuai dengan gerakan tangan Dukun)
Dukun             : Heh, Kau, ibu-ibu tukang gosip! Apa yang kamu dapatkan?
Arwah 3          : Gawat, Mbah! Gawat. Kita harus bertindak, Mbah!
Dukun             : Gawat apa?!
Arwah 3          : Aduh, Mbah, pokoknya gawat!
Dukun             : Iya, ada apa?
Arwah 3          : Mbah Dukun punya saingan baru! Ia lebih tenar dari Mbah.
Dukun             : Apa?! Siapa dia?
Arwah 3          : Eyang Subur, Mbah!
Dukun             : Mbah tidak terima! Tidak boleh ada yang mengalahkan Mbah Dukun!
Arwah 3          : Kita harus bertindak! Mari kita santet Eyang Subur itu!
Dukun             : Betul kamu! Mari kita santet. (menari-nari)
Arwah 1          : Mbah, jangan lupa dengan undang-undang santet! (memperingatkan)
Dukun             : Ah, Mbah tidak peduli! Baiklah, baiklah. Mbah mengerti apa yang Kamu mau.
Sekarang enyahlah Kau dari hadapan Mbah. Sekarang panggilkan jelangkung yang paling tolol! (memanggil Arwah 4 dengan jampi-jampi)
Arwah 1, 2, 3  : (mencoba membangunkan Arwah 4)
Arwah 4          : (menghampiri Mbah Dukun)
Dukun             : Heh Kamu setan yang paling bodoh, ngapain saja Kamu di warung kopi?
Arwah 4          : Minum-minum, Mbah. Enak!
Dukun             : Minum melulu! (dengan nada kesal) Apa Kamu tidak mendapat sesuatu?
Arwah 4          : Oh, ada, Mbah.
Dukun             : Apa?
Arwah 4          : Di sana, Mbah, di RT 2,5 + log 3…
Dukun             : Jadi berapa?
Arwah 4          : RT 3, Mbah. Di sana ada gadis, Mbah, super cantik. Bodynya, wow!
Dukun             : Biarkan dia menjadi istri Mbah, hahaha!
Arwah 4          : Tidak, Mbah, mending sama aku!
Dukun             : Ah! Sudahlah.
Arwah 4          : Jadi, Mbah, ada satu orang pria yang ingin memelet dia. Dia ingin perempuan itu
              jatuh cinta kepadanya.
Dukun             : Dia berani bayar berapa?
Arwah 4          : Nganjuk katanya. Dia tidak bisa bayar lunas, Mbah, dicicil.
Dukun             : Apa?! Hutang? Kurang ajar. Dasar jin tolol, mencari uang saja tidak benar!
  Pergi sana!



Adegan 2
(Arwah-arwah menyebar di sekitar panggung dan melakukan aktivitasnya masing-masing)
(Arwah 1 mulai memerhatikan yang Dukun katakan)
Dukun             : (tertawa-tawa) Hahaha! Betapa bodohnya mereka! Hahaha. Setan-setan tak
punya otak. Mereka mau-mau saja menuruti perintahku hanya untuk kekayaanku semata. Hahaha!
Arwah-arwah  : (seolah tidak peduli, menyebar di sekitar panggung)
Dukun             : Mereka sangat bodoh, sampai-sampai mau menjadi pesuruhku. Baiklah, Mbah
  sedang sibuk. Mbah mau dengar radio dulu. (memakai headset)
Arwah 1          : Hei, Kawan! Kalian dengar tadi? Apa Kalian mengerti apa yang Mbah Dukun
  katakan?
Arwah 2          : Dengar, sih. Tapi...nggak ngerti.
Arwah 1          : Jadi, selama ini kita hanya membantu orang-orang yang seharusnya tidak kita bantu! Seperti para pejabat yang kita lipat gandakan uangnya. Ternyata kita hanya diperdaya oleh Mbah Dukun!
Arwah 2          : Ah, iya, seharusnya murid-murid itu pun belajar untuk menghadapi UN. Bukan dengan menyalin jawaban!
Arwah 3          : Benar! Atau jangan-jangan, negeri kita ini seperti itu. Yang kaya malah semakin
kaya, tetapi yang kacung akan tetap menjadi kacung. Seperti kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, dan aku. (sambil menunjuk ke arah arwah lain dan penonton)
Arwah-arwah  : (mendekat sambil mengangguk)
Arwah 1          : Kita harus melakukan sesuatu!
Arwah 3          : Tapi kita harus ngapain nih?
Arwah 4          : (emosi dan ingin melemparkan botolnya ke kepala Mbah Dukun)
Arwah 2          : Hahaha. Bagaimana kalau kita menjahilinya saja?
Arwah 3          : Ide bagus!
Arwah 1          : Baik, ayo kita kerjain!
Arwah 3          : (duduk di depan Mbah Dukun sambil membuka headset yang dipakai Dukun)
Arwah 1, 2, 4  : (menari mengelilingi Mbah Dukun sambil menyanyi-nyanyi seperti tarian
  Indian)
Dukun             : Aaaaah! (teriak, berdiri dan mematikan satu arwah-arwahnya)
Arwah-arwah  : (terjatuh diam dan terkapar)
(Sorot lampu ke Mbah Dukun)
Fx. Backsound in
Dukun             : (monolog) Sepertinya, ini akhir kisahku. Di mana seharusnya aku tak begini.
Aku murka! Aku murka. Aku murka terhadap mereka (menunjuk ke arwah). Aku murka terhadap Tuhan. Aku menyesal!
Esok, mungkin hati kita digarit ilalang
atau selara, atau butiran padi
yang kita temukan di bawah bantal
Tapi siapa yang menari di asap itu
Melemparkan kepala kambing dan mencuci tangan
Dukun             : (terjatuh)
Epilog
            Sementara arwah-arwah terkapar di atas panggung, dukun pun terjatuh dan menyesali perbuatannya. Semunya hening. Lampu dimatikan seketika. Lampu menyala lagi dan para pemain sudah siap berdiri untuk mengucapkan terima kasih dan membubarkan diri.


TAMAT

Crew List
1.      Pembimbing                      : Ibu May Vitha R
2.      Penulis Naskah                  : Thalia Maudina
3.      Sutradara                           : Thalia Maudina
4.      Tata Rias                           : Tim Teater Sampoerna Academy
5.      Tata Busana                      : Tim Teater Sampoerna Academy
6.      Teknis                                : Thalia Maudina, Miftah Fahrurozy
7.      Pengurus Properti              : Miftah Fahrurozy dibantu seluruh anggota
8.      Pemain                 
a.       Dukun                         : Rizky Nurfaizi
b.      Arwah 1                      : Miftah Fahrurozy
c.       Arwah 2                      : Endras Tia Fadhilah
d.      Arwah 3                      : Tjokorda Istri Intan P.
e.       Arwah 4                      : Riski Setiadi

4 komentar: