Kamis, 21 Februari 2013

Autobiografi: Saya Thalia, Sejak Kecil Hingga Saat Ini


Autobiografi: Saya Thalia, Sejak Kecil Hingga Saat Ini
Oleh Thalia Maudina

            Saya terlahir dari pasangan Nana dan Reni Pujiwati Dewi. Ayah saya berasal dari background keluarga yang biasa saja dengan orang tua karir. Namun tampaknya beliau kurang mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya ketika kecil sehingga dulu beliau harus berusaha sendiri agar dapat mencapai cita-citanya. Ibu saya (selanjutnya dipanggil Mama) berasal dari Tasikmalaya dan beliau sangat senang bersosial, terutama berorganisasi. Setelah orang tua saya menikah, mereka memutuskan untuk tinggal di rumah nenek di Sukajadi, Bandung sampai akhirnya mereka mengontrak dan membeli rumah di saat umur saya 1 tahun.
Orang tua saya menamakan saya Thalia Maudina. Saya biasa dipanggil Thalia atau Thatal. Saya lahir di Bandung, tepatnya di Rumah Sakit Ibu dan Anak, pada hari Minggu, 14 Juli 1996. Dua tahun sebelumnya telah lahir saudara kandung saya yang bernama lengkap Ziko Ramdhani. Namun, ketika usianya belum sampai satu tahun, ia meninggal karena kesalahan rumah sakit. Oleh sebab itu saya sempat sangat dimanja sampai pada umur 6 tahun saya memiliki adik laki-laki. Saya memiliki tiga adik yang berturut-turut berjarak 2 dan 4 tahun. Mereka adalah Muhammad Thalib Rabbani (Bani), Arjuna Thariq (Oik), dan Thema Sahaja (Thema).
Orang tua saya berjuang dari nol untuk mendapatkan kehidupan yang sekarang ini. Sehingga akhirnya mereka berprinsip untuk menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya agar tidak menjadi orang golongan bawah. Maka itu sejak kecil, sekitar saya berumur 3 tahun, saya sudah diajari membaca, menulis, dan menghitung (calistung) sampai akhirnya pada tahun itu juga saya bisa melakukannya. Saya juga dianjurkan untuk mengikuti taman pendidikan agama (TPA) di masjid sekitar rumah.
Ketika masuk taman kanak-kanak (TK), ketika saya berusia 5 tahun, saya menganggap pelajarannya sepele karena saya memang sudah bisa kalau hanya sekadar calistung saja. Jadi, saya hanya menjalani TK selama satu tahun dan langsung masuk sekolah dasar (SD). Untuk masuk SD saja, orang tua saya menyuruh saya untuk memilih sekolah saya sendiri. Akhirnya saya memilih SD Terpadu Niagara yang saat itu masih menerima siswa angkatan kedua.
Saya masuk SD diumur 6 tahun, ya, tepat 6 tahun karena saat itu kebetulan ulang tahun saya. Semasa duduk di SD, saya mendapati nilai akademik saya yang memuaskan. Selama 6 tahun berturut-turut saya mendapat piala untuk ranking ke-1 di sekolah. Orang tua saya bangga akan hal itu. Saat saya kelas 4, saya diutus sekolah untuk mengikuti cerdas cermat di SMP Negeri 1 Cimahi yang seharusnya diikuti oleh murid kelas 6. Di situ saya merasa bangga dan dispesialkan. Mulai saat itu, saya mendapat kepercayaan sekolah untuk mengikuti lomba lain, diantaranya Olimpiade MIPA, Siswa Berprestasi, dan Lomba Teknologi Sederhana. Hal tersebut memberi saya semangat tinggi dan berhasil membuahkan juara 1 Siswa Berprestasi tingkat Kecamatan Ngamprah dan juara 3 Lomba Teknologi Sederhana tingkat Kabupaten Bandung. Itu merupakan prestasi pertama sekolah saya dan tentunya itu hasil yang saya buat. Jujur, saat itu sekolah saya masih berkembang bahkan kasarnya bisa dibilang sekolah miskin yang kurang peminat.
Saat SD saya ngebet ingin mengikuti les bahasa Inggris. Kebetulan, orang tua saya sangat ingin saya pandai dalam berbahasa. Maka itu, mereka bersyukur karena anaknya berinisiatif untuk belajar. Saya pun mengikuti les bahasa Inggris di LIA cabang Cimahi dari kelas 6 sampai kelas 9 semester 1 hingga level High Intermediate.
Di kelas 6, saya tidak mengikuti program bimbingan belajar sama sekali karena saya yakin saya mampu. Saya hanya fokus pada pemantapan yang diadakan sekolah setiap hari Sabtu. Akhirnya saya lulus UASBN dengan hasil 26, 25. Saya jadikan NEM tersebut bekal untuk masuk SMP walau saya tahu itu tidak terlalu tinggi. Sampai akhirnya guru SD saya menawarkan saya untuk mengikuti tes masuk SMP RSBI di SMP Negeri 1 Cimahi. Saat itu adalah program RSBI tahun kedua di sekolah itu. Alhamdulillah, saya tidak mendapatkan kesulitan apa pun dan berhasil masuk ke sekolah favorit tersebut. Lagi-lagi saya merasa bangga dan begitu pula orang tua saya. Saya merasa di sinilah masa kejayaan saya.
Saya belajar di SMP Negeri 1 Cimahi dengan kurikulum KTSP ++ dan bilingual. Saya masuk kelas 7A yang isinya adalah 26 anak nilai tertinggi. Kelas 7A merupakan kelas unggulan saat itu. Hal itu kembali memotivasi saya. Prestasi saya terus meningkat setiap semesternya, dimulai dari peringkat 4 di kelas 7 sampai juara umum 1 kelas 9 semester 1. Saat itu saya mendapat beasiswa SPP 3 bulan. Saya juga mendapat kepercayaan untuk mengikuti Cerdas Cermat di SMA Negeri 3 Bandung dan mengikuti olimpiade-olimpiade matematika seperti OMITS. Sampai pada akhirnya saya fokus belajar untuk UN dan mengikuti bimbingan belajar di Tridaya cabang Cimahi.
Saya mendapat NEM yang lumayan bagus, dengan cara yang jujur dan halal tentunya. NEM saya 37.25 dengan nilai sempurna di pelajaran IPA. Saya agak kaget dan tidak menyangka karena bisa mendapat nilai 10 di pelajaran IPA. Setelah itu saya berjuang sendiri untuk mendapatkan SMA saya, SMA Negeri 3 Bandung. Setahu saya, itu adalah cita-cita keluarga saya dan tentunya saya menjadikan hal itu sebagai cita-cita saya agar menumbuhkan antusiasme saya. Saya mendaftarkan diri ke 3 SMA, yaitu MAN Insan Cendekia, SMA Negeri 3 Bandung, dan Sampoerna Academy Bogor. Saya gagal masuk MAN Insan Cendekia, tapi saya berhasil melewati SMA Negeri 3 Bandung dan Sampoerna Academy Bogor. Bisa dibilang saya galau untuk memilih pilihan. Saya menanyakan pendapat ke semua orang-orang terdekat saya termasuk guru-guru di SMP saya. Pilihannya sangat berbeda, yakni SMA Negeri 3 Bandung yang ternama namun biayanya cukup mahal bagi finansial keluarga saya atau Sampoerna Academy yang merupakan sekolah baru tetapi full beasiswa. Setelah itu saya hanya pasrah dan menyerahkan keputusan itu kepada kedua orang tua saya.
Orang tua saya pun memilih Sampoerna Academy dengan berbagai macam pertimbangan. Awalnya saya tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya apabila saya hidup berasrama di luar kota dan jauh dari orang tua dan teman-teman lama saya. Saya sempat homesick dan agak menyesal memilih keputusan ini. Namun setelah cukup lama saya menjalaninya, saya pun berpikir bahwa ‘ini adalah pilihan yang tepat’.
Saya pun mendapati diri saya bersekolah di Bogor dengan lingkungan asrama yang memang sangat baru di hidup saya. Orang tua saya, terutama ayah saya, awalnya sangat khawatir karena anak perempuan satu-satunya harus sekolah di luar kota. Namun hal tersebut sirna karena saya bisa meyakinkan mereka bahwa saya dapat menjaga diri saya.
Sampai saat ini saya sedang dalam perjalanan mencari jati diri saya. Selama 16 tahun ini, saya menemukan bakat-bakat dalam diri saya. Saya memiliki bakat di bidang seni, terutama dalam bermain alat musik dan menggambar sketsa tanpa diwarnai. Saya bisa memainkan berbagai macam alat musik terutama gitar. Hobi saya pun bermain gitar, menulis cerita pendek (semoga bisa beralih ke novel), dan menggambar, Saya juga mengikuti banyak organisasi dari SMP hingga SMA. Saya mengikuti ekstrakurikuler Karate sejak SMP dan sekarang saya bersabuk coklat (kyu 2). Saya juga memenangkan juara 3 Kata Beregu Kadet Putri tingkat Kabupaten Bogor. Di SMA, saya memerankan diri sebagai Ketua Koordinator Community Service untuk Dove House, Sekertaris dan Bendahara Karate Club (BKC), Manajer Kompetisi Karate, Bendahara kelas 10-3, dan Seksi Dekorasi kelas XI-IPA TY. Saya juga pernah menjadi sukarela untuk menjadi usher atau guide ketika open house atau ketika ada tamu di sekolah.
Saya ingin menjadi ilmuwan walau sekarang saya belum tahu jenis ilmuwan apa yang akan saya pilih. Saya berencana untuk masuk kuliah di UI atau ITB. Saya harap hal itu dapat terwujud dan saya bisa lebih membanggakan orang tua dan menjadi contoh untuk ketiga adik saya. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT untuk keadaan saya yang sekarang ini dan sangat ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah mendampingi saya selama perjuangan saya berlangsung, diantaranya orang tua saya, keluarga saya, adik-adik saya, sahabat-sahabat saya, dan teman-teman saya. Saya berharap masa kejayaan saya tidak pudar sampai di sini saja. Amin.

3 komentar:

  1. this is really fun....keep walking,be what has been destined ... keep hold the stick guide

    BalasHapus
  2. Firstly, thank you very much for the comment has been given. I appreciate it and I am still waiting for other correction from the readers. Next time, I would try another concept which makes people love to read it.

    BalasHapus