BIDADARI
ITU DIBAWA JIBRIL
Naskah drama yang diadaptasi dari
cerita pendek karya A. Mustofa Bisri
Oleh
XI-SCIENCE
TY
SMA SAMPOERNA BOGOR
2013
Analisis Karakter
Hindun kecil (masa SMP) :
Perempuan, periang, ramah, dan taat kepada orangtua
Hindun dewasa (setelah masa SMP) :
Perempuan, susah diatur, salah satu pengikut
aliran sesat
Danu :
Laki-laki, sabar, ramah dan taat akan agama yang dianut olehnya, merupakan suami
dari Hindun setelah dewasa nanti
Tresno :
Laki-laki, ramah, peduli terhadap keadaan orang lain, merupakan teman dekat dari Danu
Syeikh Jibril :
Laki-laki, mudah tertipu, merupakan ustaz dari aliran sesat yang mengaku sebagai titisan dari
Jibril, yang menghasut masyarakat sekitar untuk mengikuti
aliran sesat yang dibawa olehnya
Ibu Hindun (Umi Hindun) :
Perempuan, sabar, baik hati, ramah, merupakan Ibu dari Hindun yang sangat peduli terhadap anaknya,
Hindun
Ayah Hindun :
Laki-laki, ramah dan baik hati, hadir pada saat Hindun dilamar oleh Danu di rumah Hindun
Ibu Danu :
Perempuan, ramah, hadir pada saat Danu melamar Hindun di rumah Hindun
Ayah Danu :
Laki-laki, sopan, ramah dan baik hati,
yang menemani Danu,
anaknya, pada saat melamar Hindun di rumah Hindun
Guru SD :
Perempuan, seorang guru SD yang ramah dan baik hati terhadap murid-muridnya, mengajarkan Hindun dan
beberapa temannya di tingkat Sekolah Dasar
Teman I :
Perempuan, periang, ramah dan selalu ingin tahu sesuatu, teman dekat Hindun pada saat mereka sedang
duduk di
bangku Sekolah Dasar
Dosen :
Laki-laki, ramah, kurang tahu adab makan yang benar, dosen di sebuah
universitas yang sama dengan Hindun
Pak Ustaz : Laki-laki, seorang ustaz
baik hati dan ramah yang mengajarkan anak-anak agama Islam
Teman II :
Perempuan, keras kepala, kurang sopan, merupakan teman kuliah dari Hindun
Teman III :
Perempuan, kasar dan kurang sopan,
teman
kuliah Hindun
Teman IV :
Perempuan, ramah, peduli terhadap orang lain, teman dekat dari
Tresno, dan akhirnya hadir pada saat menghibur Tresno yang sedang bersedih
Teman V : Perempuan, merupakan
teman dekat dari Tresno yang
ramah dan baik hati, hadir pada saat
Tresno sedang bersedih
Teman VI : Perempuan, merupakan
teman dekat dari Tresno yang
ramah dan baik hati, hadir pada saat
Tresno sedang bersedih (datang bersama
Teman V)
Sinopsis
Sebelum jilbab populer seperti sekarang ini, Hindun
sudah selalu memakai busana muslimah itu. Dia memang seorang muslimah taat dari
keluarga taat. Meski mulai SD tidak belajar agama di madrasah, ketaatannya
terhadap agama, seperti salat pada waktunya, puasa Senin-Kamis, salat Dhuha,
dsb, tidak kalah dengan mereka yang dari kecil belajar agama.
Semakin beranjak
dewasa, pendalaman agama Hindun kian getol. Dia sering memberikan
nasihat-nasihat yang benar secara langsung kepada orang-orang yang dianggap
olehnya menyeleweng dari agama Islam yang dianut oleh Hindun.
Usia pun semakin
bertambah, Hindun akhirnya menikah dengan seorang pria yang juga berasal dari
keluarga yang taat beragama, Danu. Ya, Danu, Danu adalah seorang pria yang
lembut dan senantiasa sabar apabila ada masalah yang menghadangnya.
Hindun semakin aktif dalam kegiatan beragama, salah
satunya yaitu pengajian. Hindun semakin aktif di dalam kegiatan pengajian
tersebut. Tapi, pengajian ini mengubah segala aspek kehidupan dari Hindun dan
membuat keluarga yang dibina olehnya dan Danu berantakan.
Bidadari Itu Dibawa Jibril
Bidadari Itu Dibawa Jibril
PROLOG
Pertama-tama, lampu
belum nyala. Lalu, lighting akan menyala pelan-pelan dan dibuat seperti
siang hari yang terik ditambah dengan sound effect yang tepat. Latar
tempat seperti sebuah halaman SMP Negeri, banyak anak-anak bermain karet,
termasuk Hindun di dalamnya yang terlihat riang gembira.
BABAK
I
ADEGAN I
Suasana
Di
halaman sebuah SMP Negeri, banyak anak-anak bermain karet di
siang hari yang terik. Hindun kecil bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba bel
berbunyi
Sound effect : Bel berbunyi (menandakan dimulainya
jam pelajaran)
(Pak guru masuk ke kelas)
Dialog
Ibu Guru : Assalamualaikum, Anak-anak. (sambil tersenyum)
Semua
Murid : Waalaikumusalam, Buuu! (menjawab dengan lantang, bersama-sama)
Ibu Guru : Sudah membaca al-Quran pagi ini?
Semua
Murid : Sudah, Bu
Guru!
(menjawab dengan lantang, bersama-sama)
Ibu Guru : Wah, surat apa?
Semua
Murid :
(menjawab berbeda-beda, saling bersahutan satu sama lain)
Ibu Guru : Bagus,
bagus. Ingat ya, kalian harus rajin-rajin membaca al-Quran
karena itu merupakan pedoman hidup kita, ya, Anak-anak?
Semua
Murid : Iya, Bu
Guruuu!
(menjawab dengan lantang, bersama-sama)
Ibu Guru : Nah,
kita akan mengulang pelajaran kemarin dulu, ya. Idgam bilagunnah. Siapa
yang tahu?
Murid I : (menjawab
pertanyaan tentang Idgam
Billagunnah dengan percaya diri)
Ibu Guru : Ya,
benaaar!
(menjawab dengan antusias)
(lampu meredup, suasana remang, sepi dan senyap)
(bel sekolah berbunyi, murid-murid
menyalami Bu
Guru)
Teman I : Hindun! Pulang bareng, yuk! (sambil menarik tangan kanan Hindun)
Hindun :
Ayoo! Sekalian jalan-jalan, bagaimana?
Teman I : Ya, boleh!
(menjawab dengan riang)
(Hindun dan temannya yang tidak berkerudung menyusuri
sepanjang jalan menuju rumah)
Teman I : Hindun, kamu kenapa rajin sekali
pakai kerudung? Memangnya tidak gerah?
Hindun : Oh, tentu saja tidak. Yang penting
kita ikhlas memakainya, insya Allah, akan
menikmatinya juga
kok. Lagian kan, kerudung itu menutup aurat kita, jadi kita lebih terjaga deh.
Kita, wanita, kan layaknya sebuah perhiasan yang indah, yang senantiasa
harus dijaga keindahannya dari pandangan-pandangan kotor
yang selalu mengincar
Teman I : Ah, kalau aku sih mau pake
kerudungnya nanti saja, saat sudah menikah.
Hindun : Nah, itu kurang tepat. Memakai
jilbab jangan menunggu-nunggu usia, kita kan
tidak tahu usia
kita sampai berapa.
Teman I : Oh, iya ya (mengangguk-angguk)
Tiba-tiba handphone Hindun berdering
Sound effect : Telepon berdering
Umi Hindun :
Assalamualaikum, Nak Hindun.
Hindun :
Walaikumusalam, Umi.
Umi Hindun :
Hindun jangan lupa, kamu sore ini ada pengajian. Kamu ingat, kan, Nak?
Hindun :
Ingat kok, Umi. Sebentar lagi Hindun pulang, ya.
Umi Hindun : Ya
sudah, hati-hati, ya. Assalamualaikum.
Hindun :
Terima kasih,
Umi. Waalaikumusalam.
Teman I : Itu siapa?
Hindun : Oh,
itu Umi.
Teman I : Oh, sore ini mau ke pengajian ya?
Hindun :
Iya. Yaudah,
yuk, jalan lagi (sambil menarik tangan Hindun)
(keluar latar)
ADEGAN II
Suasana
Sebuah surau,
dimana banyak anak-anak mulai berdatangan, termasuk Hindun, dimulai dari anak-anak
kecil sampai remaja. Mereka duduk bersila mendekati Pak Ustaz. Pengajian pun
dimulai.
Dialog
Pak Ustaz :
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semua Murid : WAALAIKUMUSALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
(menjawab dengan
lantang, bersama-sama)
Pak Ustaz :
Ya, ayo sekarang kita teruskan mengajinya. Melanjutkan yang kemarin, ya.
Semua
Murid : IYA PAK USTAZ!
(menjawab dengan suara lantang, bersama-sama)
Pak Ustaz :
Ya, kemarin sudah sampai surat mana?
Semua
Murid : Surah
Ali-Imran, Pak Ustaz.
Pak Ustaz :
Nah sekarang kita akan melanjutkannya ya, di ayat 110.
Semua
Murid : (mulai membaca Al-Quran)
Pak
Ustaz : Nah, alhamdulillah.
Sekarang, kita akan membahas mengenai artinya. Dalam
surah ini, dijelaskan
mengenai amar makruf nahi mungkar. Ada yang tahu, amar makruf nahi mungkar
artinya apa?
Murid : TIDAK
TAHU, PAK USTAZ! (murid-murid
menjawab dengan lantang,
bersama-sama)
Pak Ustaz :
Maksudnya adalah menyuruh kepada yang ma'ruf untuk mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Jadi, jika kita melihat
teman kita berlaku kurang
baik, kita harus saling mengingatkan. Mau nggak saling mengingatkan dalam kebaikan?
Murid :
MAU, PAK USTAZ! (menjawab dengan lantang, bersama-sama)
Pak Ustaz :
Nah, itu baru Muslimin dan Muslimah yang baik. Selain itu, kita harus mengajarkan kebajikan, ya.
Murid :
BAIK, PAK USTAZ! (menjawab dengan lantang, bersama-sama)
(lampu meredup)
BABAK
II
ADEGAN I
Suasana
Cahaya
menerang. Latar berubah, menjadi suasana perkuliahan di gedung universitas. Di
kantin, banyak mahasiswa/i dan dosen yang sedang makan siang. Salah satu dosen
Hindun makan dengan tangan kiri dan merokok. Hindun melintasi sang dosen.
Dialog
Hindun :
Assalamualaikum. Lho, Bapak? Sedang makan ya Pak?
Dosen : Wah, iya Hindun. Kamu sudah makan? (sambil melanjutkan
makannya
dengan tangan kiri)
Hindun : Pak, apa Bapak tidak
tahu? Manusia itu makan dengan tangan kanan,
Pak. Tangan bagus! Masa bapak tidak
tahu
adab makan yang baik?
Dosen : (tersentak, agak terkejut,
melapas sendok dan menghentikan
aktivitas
makannya) Apa
maksud kamu Hindun?
Hindun : Iya Pak, lain kali
tolong biasakan makan dengan tangan kanan, ya, Pak.
Bapak Muslim, kan?
Malu,
Pak, kalau tidak tahu hal sesepele
itu.
(sambil tersenyum dengan ikhlas)
(Hindun pergi
menjauh dari tempat dosennya, dan menghampiri temannya yang duduk di meja lain)
(latar tempat masih di kantin)
Hindun :
Assalamualaikum, Teman.
Teman II :
Waalaikumusalam,
Hindun. Kamu nggak ada kuliah lagi sekarang?
Hindun :
Masih ada, nanti sekitar pukul 2 siang. Sastra Arab. Kamu sudah salat?
Teman II : Oh,
iya, kok, gampang itu sih. Aku baru saja selesai makan
siang. Lagi
nunggu temen.
Kamu sudah makan?
Hindun :
Aku lagi puasa sunnah. Lho, kamu seriusan belum salat?
Teman II : Alah, itu gampang, nanti saja
lah. Eh, kapan-kapan main, yuk, ke rumah
gue.
Gue mau nunjukkin anjing gue yang baru. Imut-imut gicu,
bulunya warna.
Hindun : Astaghfirullah! kamu
melihara anjing? Anjing itu haram! Malaikat
nggak
akan mau masuk
ke rumah kamu, yang penuh najis gara-gara anjing itu!
(dengan nada agak tinggi)
Teman II : Eh
sabar, Sis, santai, santai! (menepuk bahu Hindun beberapa
kali)
Hindun :
Kamu, tuh, lho. Kamu nggak tau tentang hal itu, ya?
Teman II : Ya
bukan gitu juga,
Sis. Itu anjing imut banget.
Hindun : Hiiiiiih,
tapi di hukum Islam
melihara anjing tuh nggak boleh! Pokoknya
aku nggak mau punya
temen yang melihara anjing di rumahnya kayak kamu itu!
Teman II : Tapi nggak bisa kayak gitu, dong!
Hindun : Tapi harus! Kamu ngerti gak, sih? Aku nggak suka (berbicara dengan
suara
keras)
Teman
III : Hai, Sis… Kalian ribut banget, sih! Liat, tuh, orang sekampus pada
ngeliatin kalian semua
(sambil menghisap sebatang
rokok)
Teman II : Abis dianya tuh, lebay
banget, anjing doang dipermasalahin.
Hindun : Kamu lagi?! Ngapain
merokok?! Merokok itu nggak baik, kamu nggak
dapet pahala kalau kamu
merokok!
Teman III : Lho, kok malah gue yang diceramahin?
Hindun :
(merengut)
Teman II : Sumpah, ya, Ndun. Lama-lama serem gue sama lo.
Hindun :
Tapi aku sedang memperingatkan kalian mengenai Islam yang
benar.
Aku bersikap
seperti ini untuk membuat kalian jadi lebih baik.
Teman
III : Kita tahu, kita tahu, tapi bisa kan nggak menyindir begitu?
Lemah
lembutkan
sedikit, mungkin kami masih bisa menerima.
Teman
II : Kita ngerti kamu itu Islam yang ketat banget.
Makasih, sih, udah
diingetin, tapi lo tuh bikin
agak risih.
Teman III : Hmm… (bergumam) Pantes
ya sebutan lo, Bidadari
bertangan besi!
Hindun :
Astaghfirullah, kalian… (merenung sambil menggelengkan kepala)
Teman III : Gue harap lo pikirin kata-kata kita, oke?
Teman II : Bye,
duluan, ya. (pergi meninggalkan Hindun)
Hindun : (terdiam di tempat, menahan kekesalannya)
(suara gaib dari dalam
hatinya)
astaghfirullahalazim... ya Allah, tolong ampuni dosa-
dosa mereka. Sesungguhnya
hamba sedang memperingatkan mereka, akan tetapi mereka
terlalu terkuasai nafsu dan terbuai oleh dunia yang fana ini, sehingga pintu
hati mereka
telah dikunci, ya Allah.
(sementara Hindun melanjutkan jalannya di koridor,
mahasiswa/i berbisik-bisik selama dia lewat di antara mereka)
BABAK
III
ADEGAN I
Suasana
Di dalam rumah Hindun, Ayah Hindun sedang duduk di sofa.
Tiba-tiba pintu diketuk.
Sound effect: Ketukan pintu
Dialog
Danu :
Assalamualaikum.
Ayah :
Waalaikumusalam,
eh, Nak Danu. Sama siapa ke sini?
Danu :
Oh, itu ada ayah sama ibu saya,
dan seorang teman..
Ayah : Oh
iya, silahkan masuk (mempersilakan
masuk). Ayo, silakan duduk, silakan
duduk (menunjuk
ke sofa
dengan ibu jari). Ibu! Ini ada keluarga Danu dateng, tolong siapin teh ya!
Ayah Danu : Waduh, Pak, tidak usah repot-repot.
Danu :
Ya
sudah lah. Wah, gimana kabarnya? Ini, temannya Danu, siapa namanya?
Ayah Danu :
Kabar baik, alhamdulillah.
Trisno :
Perkenalkan, nama saya Trisno, kawan Mas Danu.
Ayah :
Oh iya. Asli mana?
Trisno :
Asli Sukoharjo, Pak.
Ibu : (tiba-tiba
datang, menyodorkan baki yang diatasnya telah ada beberapa gelas teh
yang mengepulkan
asap) Eh, ada Nak Danu, Bu, Pak.. selamat datang. Duh, maaf ya cuma bisa menyediakan
teh saja. (duduk)
Danu :
Ah, iya Bu, tidak mengapa.
Ibu :
Oh, Nak ini siapa?
Ayah :
Kawannya Danu, Mi, namanya Trisno.
Trisno :
Iya, Bu.
Ibu : Oh, iya iya.. Sebentar ya, saya panggil Nak Hindun dulu. Hindun! Kemari,
Nak, ada tamu, nih!
Danu : (tersenyum)
Hindun :
(datang tergopoh-gopoh) Iya ,Bu. (sembari duduk di samping ayahnya)
Ayah Danu :
Nah, jadi maksud kedatangan kami kemari adalah untuk melamar, Nak Hindun.
Danu :
Iya, Pak, saya berniat melakukan lamaran. Mas Trisno ini sebagai saksinya.
Ayah :
Subhanallah, alhamdulillah. Bagaimana, Bu?
Ibu :
Wah, subhanallah, Nak, bagaimana menurutmu? Saya toh terserah
Hindun saja.
Hindun :
(tersipu malu dan terdiam sesaat)
Danu :
Iya Hindun, aku kagum sama kamu.
Hindun :
(masih tersipu)
Danu : Aku mau menjadi imam untuk
hidup kamu dan anak-anak kita nanti
(semua
hening) bagaimana menurutmu Hindun? (sambil tersenyum kepada
Hindun)
Hindun : (Hindun berbicara sambil
tergagap-gagap) Hmm (bergumam) A.. A... Ak.... Aku
siap kok Mas menjadi
istri kamu, menemani sepanjang hidupmu (Hindun berbicara
sambil tersipu malu)
Semua : Alhamdulillah!
(lampu meredup)
ADEGAN
II
Suasana
Panggung
terbagi tiga bagian, bagian paling kiri berdiri Mas Danu menggenggam
teleponnya, di bagian kanan berlatar rumah Mas Tresno, dan bagian tengah ada
kegiatan pantomim yang memperagakan percakapan dalam telepon
Dialog
Sound
effect: Telepon berdering
Kriiing kriiiiing (telepon rumah Mas Tresno berdering)
Tresno :
Halo, Assalamualaikum.
Danu :
Waalaikumusalam,
dengan Mas Tresno?
Tresno :
Ya, betul, betul. (menganggukan kepala) Ini Mas Danu, ya?
Danu :
Iya, Mas.
Tresno :
Wah, sudah lama sekali, Mas, ndak denger kabar Sampeyan.
Danu : Iya, nih, Mas. Baru sempat ada waktu sekarang. Apa kabar, toh? (berbicara
dengan logat Jawa)
Tresno :
Alhamdulillah, baik. Mas Danu bagaimana? Sekarang kerja dimana? Wah pasti
sibuk ya,
sampai nggak kelihatan batang hidungnya. (terkekeh)
Danu : Saya sekarang kerja di kota,
Mas, biasalah masih kayak dulu aja. Cuma agak
lebih sibuk sedikit.
Kamu Mas?
Tresno :
Saya masih di tepat dulu, kok.
Danu : Gimana, Mas, sudah ada yang cocok sejak nganterin saya dulu
lamaran?
(tertawa kecil)
Tresno :
(tertawa) Hah, belum saatnya. Masih fokus di karir dulu, lah. Oh ya, kabar
Hindun bagaimana,
Mas?
Danu :
Baik-baik saja.
Tresno :
Hindun masih suka negur-negur kayak dulu nggak Mas?
Danu :
Oh, sudah mendingan lah sejak menikah dengan saya. Tapi… (hening sejenak)
Tresno :
Oh, bagus-bagus. Loh, tapi apa?
Danu :
Mas,
Sampeyan sudah dengar belum? Hindun sekarang punya Syeikh baru lho?
Tresno :
Syeikh
baru?
Danu :
Ya,
syeikh baru. Tahu, siapa? Sampeyan pasti nggak percaya.
Tresno :
Siapa,
mas?
Danu :
Jibril,
Mas. Malaikat Jibril!
Tresno :
Jibril? (tertawa)
Danu :
Jangan
ketawa! Ini serius!
Tresno : Wah. Kata Hindun, bagaimana rupanya?
Danu :
Jibril
itu humoris seperti Sampeyan.
Tresno :
Bagaimana
ceritanya, Mas?
Danu : Ya, mula-mula
dia ikut grup pengajian. Kan di tempat kami sekarang lagi musim
grup-grup pengajian. Ada pengajian eksekutif, pengajian seniman, pengajian pensiunan, dan entah
apa lagi. Nah, lama-lama gurunya itu didatangi malaikat Jibril dan sekarang
malaikat Jibril itulah yang langsung mengajarkan ajaran-ajaran dari langit.
Sedangkan gurunya itu hanya dipinjam mulutnya.
Tresno :
Bagaimana
mereka tahu bahwa yang datang itu malaikat Jibril?
Danu : Lho, malaikat Jibrilnya sendiri yang
mengatakan. Kepada jemaahnya, gurunya
itu, maksud saya malaikat Jibril itu, menunjukkan
bukti berupa fenomena-fenomena alam yang ajaib yang tidak mungkin
bisa dilakukan oleh manusia.
Tresno : Ya, tetapi jin
dan setan kan bisa melakukan hal seperti itu, mas! Kan ada cerita,
dahulu Syeikh Abdul Qadir
Jailani, sufi yang termasyhur itu, pernah digoda iblis yang
menyamar sebagai Tuhan berbentuk cahaya yang terang benderang. Konon,
sebelumnya, Iblis sudah
berhasil menjerumuskan 40 sufi dengan cara itu. Tetapi, karena keimanannya yang
tebal, Syeikh Abdul Qadir bisa mengenalinya dan segera mengusirnya.
Danu : Tak tahulah, Mas.
Yang jelas jemaahnya banyak orang pintarnya, lho.
(meyakinkan
Tresno)
Tresno : Hmm… (bergumam). Ya sudahlah Mas, terserah Sampeyan saja.
Hindun kan
istrimu, kamu tahu
apa yang terbaik untuknya.
Danu : Iya, Mas. Yaudah ya, doakan saja
lah. Nanti kalau ada lain waktu, pasti saya
telepon lagi.
Tresno : Oh iya toh, itu harus. Ya Mas,
bereslah. Nanti telepon lagi,
ya. Salam buat
Hindun Mas!
Assalamualaikum
Danu :
Iya, Waalaikumsalam..
(telepon mati)
(seiring dengan lampu meredup)
ADEGAN
III
Suasana
Lampu kembali
menerang. Agak di pinggir panggung, seorang kyai (syekh) tengah memberi sebuah
ceramah di depan jamaatnya yang mayoritas dari kalangan ibu-ibu. Hindun datang
tergopoh-gopoh mendekati pengajian itu, ikut menyimak kata-kata syekh tersebut.
Dialog
Syekh : Saudara-saudariku yang
dirahmati, kita ini hidup di dunia kefanaan dan penuh
maksiat. Hakikat
kita adalah sebagai khalifah, yang semestinya memimpin bumi ini
keluar dari kemunafikan duniawi. Sebagai makhluk yang telah dihidayahkan jiwa
dan akal sehat, kita perlu mensucikan
dunia yang telah rusak. Tetapi sebelum itu, kita juga harus mensucikan diri kita sendiri terlebih dahulu
agar kita bisa melaksanakan misi kita sebagai penuntun teman-teman kita yang
telah rusak dan tersesat. Saya, sebagai titisan Jibril, telah mendapat wahyu
dari Jibril sendiri untuk mulai melakukan sesuatu hal yang nyata. Dari
perkumpulan ini, kita akan memulai misi kita untuk membuat sebuah tatanan agama
baru yang suci, mulia, dan sempurna sebenar-benarnya. Atas nama Jibril saya
mengajak khalifah-khalifah masa depan untuk melaksanakan tugas mulia ini!
(jamaah mengangguk-angguk)
(Syekh keluar dan jemaah membubarkan diri)
(Lampu meredup)
ADEGAN
IV
Suasana
Lampu menyoroti
kedua belah pinggiran panggung, dimana Mas Danu menelepon Trisno. Tengah
panggung kosong.
Dialog
Danu :
Asslamualaikum, Tresno (nada tergesa-gesa)
Tresno : Waalaikumsalam, ada apa, Mas? Kok tumben nelpon? Napasnya tersengal-
sengal
begitu, tho?
Hindun : (naik ke tengah panggung dan menyiapkan korek api)
Danu :
Wah,
Mas,
Hindun baru saja membakar diri.
(Hindun membakar dirinya sendiri dengan korek api)
Lighting effect berapi-api dan latar suara kobaran api dimunculkan
Tresno :
Apa,
Mas? membakar
diri bagaimana?
Danu :
Gurunya
yang mengaku titisan Jibril itu mengajak jemaahnya untuk
membersihkan diri dari kekotoran-kekotoran dosa.
Mereka menyiram diri mereka dengan spritus kemudian membakarnya.
Tresno : Apa?! (nada terkejut)
Danu :
Yang
lucu, Mas, gurunya itu yang paling banyak terbakar
bagian-bagian
tubuhnya. Berarti kan dia yang paling banyak dosanya
ya, Mas?! (agak terkejut)
(Syekh Jibril naik ke tengah panggung dalam kondisi panik
karena tubuhnya terbakar, lighting dan sound effect sama seperti yang di atas)
Tresno : (mengangguk, menelan ludah), kalo Guru Jibril saya tidak peduli, tapi
kondisi
Hindun sekarang
gimana? (suara Tresno terdengar panik)
Danu : Kondisi Hindun sekarang sudah
baik, tapi doakan sajalah ya Mas mudah-
mudahan cepat sembuh.
Tresno : Iya, tentu saja akan saya
doakan. Tapi Mas Danu sebagai seorang suami, yang semestinya
dapat membimbing Hindun ke arah yang lebih baik. Nggak baik
Hindun dibiarkan seperti itu terus.
Danu :
Yasudah deh, terimakasih ya Mas. Ini saya sedang di rumah sakit mengurus administrasinya.
Assalamualaikum.
Tresno :
Waalaikumusalam.
ADEGAN
V
Suasana
Di rumah, Danu
sedang duduk di sofa. Tiba-tiba Hindun datang menerobos pintu dengan paras
kacau dan tatapan kosong. Tangannya menimang seekor anjing kecil. Jilbabnya
berganti menjadi pasmina yang dikenakan seadanya.
Dialog
Danu :
Astaghfirullah,
Umi! Umi abis darimana?
Hindun :
Dari pengajian, Mas.
Danu :
Astaghfirullah, itu anjing siapa? (nada: terkejut)
Hindun :
Tadi diberkan dari pengajian oleh syekh jibril.
Danu :
Umi, Umi kenapa?
Hindun :
Aku nggak papa. (tatapan muka kosong)
Danu :
Kamu jarang pulang, dan sekalinya pulang. Tampilan kamu kacau seperti ini.
Hindun :
Aku baru mendapat tugas mulia dari Jibril, Bi.
Danu :
Tugas mulia? Tugas mulia macam apa yang membuatmu kacau seperti ini, Umi?
Hindun :
Tugas mulia untuk meluruskan jalan agamamu, Abi!
Danu :
Astaghfirullahalazim... Nyebut Mi, nyebut.
Hindun : Loh, kok apa-apaan? Ini tugas
mulia, Bi, tugas mulia! Langsung diwahyukan
oleh Jibril. Abi
tidak percaya?
Danu :
Kamu sudah melewat batas, Mi (sambil berusaha menyadarkan Hindun)
Hindun : Abi yang kelewat batas. Hati Abi
sudah mengeras, sudah terlanjur disesatkan
oleh dunia. Sudah
ya Bi, Umi mau istirahat dulu, besok Umi sudah harus berangkat sebelum subuh
(nada: agak keras)
Danu :
Mau kemana lagi kamu? Sudah Mi, sudah.
Hindun : Abi, Umi meyakini ajaran syekh
Jibril dan Umi meyakini akan kebenarannya.
Bi,
anjing ini Umi bawa ya.
Danu :
Astaghfirullah, Umi! Umi! (berteriak)
(Hindun terdiam dan pergi, Danu terpaku dan menangis)
Danu : (terduduk kembali) ya Allah,
apa yang terjadi pada istriku Ya Allah? Tolong
hamba. Tolong
luruskan kembali, tolong ketuk pintu hati istri hamba agar dia kembali ke
jalanMu, Ya Allah. Astaghfirullahalazim... (hening)
(lampu meredup)
ADEGAN
VI
Suasana
Di sebuah kursi
taman, Tresno sedang berbincang-bincang dengan kedua temannya.
Dialog
Teman IV : Mas, udah
dengar kabar tentang Hindun belum?
Teman
VI : Si
Bidadari bertangan besi itu? Yang kuliah sastra arab dulu? (salah satu dari
mereka menyahut)
Teman IV : Iya, yang
istrinya Si Danu.
Teman V :
Oh, iya iya, tahu (semua menjawab serentak)
Tresno : Lho, emang Hindun kenapa Mas?
Waktu itu Danu sudah pernah beberapa kali
nelepon sih, menceritakan tentang kondisi Hindun yang agak mengkhawatirkan.
Teman
VI : Wah iya,
saya dengar-dengar sih juga begitu, katanya kalau tidak salah, Hindun
ikut aliran apa itu namanya (diam sejenak, bingung)
yang ada syekh-syekh malaikat Jibril itu?
(tiba-tiba telepon genggam Tresno berbunyi)
Tresno :
(membaca SMS) Apa???! Astaghfirullah! Innalilahi wainailaihi rajiun! (terkejut)
Teman V :
Ada apa, Mas? Kok sampe nyebut-nyebut begitu? (nada khawatir) (salah satu
dari mereka berbicara)
Tresno :
Astaghfirullah, astaghfirullah (terius berzikir)
Teman IV,V :
(menenangkan Tresno)
(lampu meredup)
EPILOG
Teman IV,
V, dan VI menenangkan Tresno di bangku taman dan semakin lama lampu meredup.
TAMAT
tema ceritnaya blh aku jadiin naskah aku ga kak?
BalasHapus